AL ISBAL
I. TAQDIM
Merupakan salah satu kewajiban dari setiap muslim adalah mencintai Rasulullah dan menaatinya dengan cara melaksanakan perintahnya dan menjauhi larangannya serta membenarkan setiap berita yang beliau bawakan. Dengan begitulah akan terwujud dua kalimat syahadat seorang muslim dan dia berhak mendapatkan pahala serta selamat dari siksaan.
Dan alamat serta bukti terwujudnya dua kalimat syahadat tersebut, yaitu komitmen seorang hamba dengan ajaran-ajaran Islam yang mencakup : perintah, larangan, praktek, perkataan, i’tikad dan amaliah serta selalu menyambut itu semua dengan ucapan “sami’naa wa atha’naa”. Diantara contoh dari ajaran Islam tersebut adalah memelihara jenggot dan memendekkan pakaian di atas mata kaki yang dilandasi ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya dan mengharapkan ganjaran pahala dari Allah serta rasa takut akan siksa-Nya.
Jika kita perhatikan dari kebanyakan kaum muslimin sekarang, umumnya mereka memanjangkan pakaiannya dan membiarkannya di bawah mata kaki tanpa merasa berdosa sedikitpun, baik itu karena jahil akan hukumnya maupun karena mengikuti hawa nafsu. Padahal perbuatan tersebut merupakan bahaya yang besar bagi pelakunya karena merupakan pelanggaran dari perintah Allah dan Rasul-Nya yang mengantarkan dirinya kepada siksa yang amat pedih sebagai resiko atas perbuatannya tersebut.
Bagi orang yang selalu membaca dan menelaah hadits-hadits Rasulullah serta kitab-kitab karya ulama salaf tentunya sudah tidak asing lagi bagi mereka bahwa tidak seorang pun di antara ulama salaf yang menganggap Al Isbal (membiarkan pakaian di bawah mata kaki) sebagai perbuatan yang remeh. Bahkan Al Imam Al Hafizh Adz- Dzahaby rahimahulloh menggolongkan Al isbal ini sebagai salah satu dari dosa-dosa besar sebagaimana yang beliau sebutkan dalam kitabnya “Al Kaba-ir”. Lebih dari itu Rasulullah dan para sahabat ridhwanullahi ‘alaihim ajma’in tidak pernah berdiam diri jika melihat kemungkaran ini tanpa harus mencek apakah seseorang melakukan karena sombong atau tidak karena sombong, karena Ad-Dien ini mengajarkan kepada kita untuk menghukum manusia akan zhahirnya bukan batinnya. Lagi pula larangan Isbal ini dan ancaman terhadap perbuatan tersebut bersifat umum baik karena sombong maupun tidak karena sombong (sebagaimana yang akan kami jelaskan berdasarkan nash-nash yang ada).
Didorong oleh kesadaran akan wajibnya ta’aawun sesama muslim dalam perbuatan kebaikan dan ketaqwaan, dan saling nasehat-menasehati dalam kebenaran dan rasa cinta akan kebaikan kepada saudara se-Islam serta rasa takut akan balasan yang jelek bagi sebagian besar kaum muslimin yang melakukan ma’shiyat ISBAL, maka kami mencoba menyusun tulisan ini yang berkaitan dengan masalah ISBAL yang isinya mengajak untuk memendekkan pakaian di atas mata kaki bagi laki-laki sekaligus mempertakuti dari memanjangkannya di bawah mata kaki.
Dan apa yang penulis susun ini berdasarkan Kalamullah dan hadits-hadits Rasulullah yang shahih serta perkataan-perkataan para ulama salaf yang menjadi standar bagi kita dalam memahami Ad-Dien ini.
II. TA’RIF (DEFINISI) AL ISBAL
1. Makna Lughah (Bahasa)
Ditinjau dari segi bahasa , Isbal berasal dari kata-kata : أَسْبَلَ – يُسْبِلُ – إِسْـبَالٌ
Yang berarti : أَرْخَى – يُرْخِيْ - إِرْخَاءُ yaitu menurunkan atau melepaskan ke bawah. Orang yang melakukan Isbal disebut MUSBIL, dan seorang dikatakan “Musbil” jika memanjangkan pakaiannya dan membiarkannya hingga ke tanah.(1)
2. Makna Istilah (Syari’at)
Adapun pengertian Isbal menurut istilah adalah menurunkan pakaian dan membiarkannya hingga melewati batas yang telah ditetapkan oleh syariat Islam baik karena sombong maupun tidak karena sombong (2).
3. Apakah Isbal berlaku untuk semua jenis pakaian ?
Jika kita memperhatikan larangan-larangan yang melarang Isbal akan kita dapati kebanyakan dari hadits-hadits tersebut menyebutkan kata-kata : اَلإِزَارُ (sarung). Namun hal ini tidak menunjukkan bahwa larangan tersebut hanya berlaku untuk sarung, adapun sebab dari berulangnya kata-kata sarung dalam hadits-hadits karena pada zaman tersebut umumnya kaum muslimin menggunakan sarung. Adapun saat sekarang ini dimana sarung sangat jarang dipakai lagi dan umumnya kaum muslimin menggunakan gamis dan celana panjang, maka Isbal tetap berlaku untuk semua jenis pakaian yang ada baik itu gamis, jaket, jubah, sorban, celana panjang, dan sebagainya.
Sebagaimana keterangan dari dua hadits berikut :
1). عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللهِ عَنْ أَبِيْهِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّـمَ قَالَ : (( اَلإِسْـبَالُ فيِ اْلإِزَارِ وَ القَمِيْصِ وَ الْعِمَامَةِ ، مَنْ جَرَّ مِنْهَا شَيْئًا خُيَلاَءَ لَمْ يَنْظُرِ اللهُ إِلَـيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ))
1. Dari Salim bin Abdullah dari bapaknya dari Nabi , bersabda : “Al Isbal itu berlaku untuk sarung, gamis, sorban, Barang siapa menyeretkannya karena sombong maka Allah tidak melihat kepadanya di hari kiamat”.(3)
2). عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : (( مَا قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فيِ اْلإِزَارِ فَهُوَ فيِ الْقَمِيْصِ ))
2. Dari Ibnu ‘Umar radhiyallohu ‘anhuma berkata : “Apa yang disabdakan oleh Rasulullah tentang sarung maka itu juga berlaku untuk gamis”. (4)
Berkata Al Imam Ibnu Hazm rahimahulloh dalam kitabnya Al Muhalla tentang Isbal bahwa larangan tersebut berlaku umum untuk celana panjang, sarung, gamis dan semua yang dikenakan.(5)
¬¬¬¬_________________________
1. Lisanul Arab 6 : 163, Mukhtar Ash-Shihah hal. 250, Kamus Al Munawwir hal.647
2. Lihat : Al Isbal, Dirasah Ahaditsuhu wa Bayan Hukmihi hal.19
3. Diriwayatkan oleh An Nasai 8 : 208 dan Ibnu Majah (3576), Ibnu Abi Syaibah (4892), Abu Daud (4894) dan lafazh ini baginya serta dishahihkan hadits ini oleh Al Albany dalam Shahih Al Jami’ush Shagir (2767).
4. Diriwayatkan oleh Abu Daud (4090), Ahmad (2 : 110), Al Baihaqy (2 : 244), serta disahkan hadits ini oleh Ahmad Syakir dalam tahqiq beliau terhadap Musnad Ahmad (8 : 150)
5. Al Muhalla 4 : 110 di kitab shalat.
Berkata Asy Syaikh Abdul Azis bin Baz rahimahulloh bahwa Isbal itu hukumnya haram dan merupakan perbuatan yang munkar, baik itu pada gamis maupun sarung atau apa saja yang melewati mata kaki. (1)
III. DALIL-DALIL PELARANGAN ISBAL
1). عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : دَخَلْتُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ وَ عَلَيَّ إِزَارٌ يَتَقَعْقَعُ ( يَعْنِيْ جَدِيْدًا ) فَقَالَ : (( مَنْ هَذَا )) قُلْتُ : عَبْدُ اللهِ بْنِ عُمَرَ ، قَالَ : (( إِنْ كُنْتَ عَبْدَ اللهِ فَارْفَعْ إِزَارَكَ )) قَالَ : فَرَفَعْـتُهُ ، قَالَ : (( زِدْ )) قَالَ : فَرَفَعْـتُهُ حَتَّى بَلَغَ نِصْفَ السَّاقِ .
1. Dari Ibnu ‘Umar radhiyallohu ‘anhuma dia berkata : Saya mendatangi Rasulullah , saat itu saya memakai sarung yang baru, maka beliau bertanya : “Siapa ini?” Saya menjawab: “’Abdullah bin ‘Umar”, beliau bersabda : “Jika kamu ‘Abdullah maka angkatlah sarungmu”. Berkata Ibnu ‘Umar : “Maka saya mengangkatnya, beliau bersabda lagi: “Tambah”, berkata Ibnu ‘Umar: “Maka saya mengangkatnya hingga ke tengah betis”.(2)
2). عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : مَرَرْتُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ وَ فيِ إِزَارِيْ اِ سْتِرْخَاءُ فَقَالَ : (( يَا عَبْدَ اللهِ اِرْفَعْ إِزَارَكَ )) فَرَفَعْـتُهُ ثُمَّ قَالَ : (( زِدْ )) فَزِدْتُ فَمَا زِلْتُ أَتَحَرَّاهَا بَعْدُ ، فَقَالَ بَعْضُ الْقَوْمِ : إِلىَ أَيْنَ ؟ فَقَالَ : أَنْصَافُ السَّاقَيْنِ .
2. Dari Ibnu ‘Umar radhiyallohu ‘anhuma dia berkata : Pernah aku lewat di depan Nabi sedang kainku agak rendah, maka beliau bersabda : “ Hai ‘Abdullah angkatlah kainmu”, lalu kuangkat. Kemudian beliau bersabda : “Naikkan lagi”, lalu kunaikkan, maka akupun selalu menjaga kainku sesuai petunjuk Nabi .. Lalu ada yang bertanya : “Sampai apa batasnya ?”, ‘Abdullah menjawab : “Sampai tengah-tengah betis”.(3)
3). عَنْ أَبِيْ جُرَيْ جَابِرِ بْنِ سُلَيْمٍ قَالَ : رَ أَيْتُ رَجُلاً يَصْدُرُ النَّاسُ عَنْ رَ أْيِهِ لاَ يَقُوْلُ شَيْئًا إِلاَّ صَدَرُوْا عَنْهُ ، قُلْتُ : مَنْ هَذَا ؟ قَالُوْا هَذَا رَسُوْلُ اللهِ …… إِلىَ قَوْلِهِ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَ السَّلاَمُ : (( وَارْفَعْ إِزَارَكَ إِلىَ نِصْفِ السَّاقِ فَإِنْ أَبَيْتَ فَإِلَى الْكُعْبَيْنِ وَ إِيَّاكَ وَ إِسْبَالَ اْلإِزَارِ فَإِنَّهَا مِنَ الْمِخِيْلَةِ وَ إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ الْمَخِيْلَةَ ….))
3. Dari Abi Juray Jabir bin Sulaiman , ia berkata : Aku melihat ada seorang yang pendapatnya selalu diikuti orang, ia tidak berkata-kata melainkan diikuti oleh orang banyak. Aku bertanya: “Siapa dia itu?” Mereka menjawab : Rasulullah …….hingga
_________________________
1. Kitab Ad Da’wah dari Fatwa Asy Syaikh bin Baz Juz 1 hal. 221.
2. Diriwayatkan oleh Ahmad 2 : 141, 127 dan Ath Thobrani di Al Mu’jam Al Kabir (2 : 356) dan haditsnya shohih.
3. Diriwayatkan oleh Muslim (2086) dan Abu Uwanah (5 : 842) dan Al Baihaqy di Sunan (2 : 243).
sabda Rasulullah : “Angkatlah kainmu sampai setengah betis dan jika kamu enggan hingga ke atas mata kaki dan hati-hatilah terhadap Isbal karena Isbal itu dari kesombongan dan Allah tidak menyenangi kesombongan,..….” (1)
4). عَنِ الْعَلاَءِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمنِ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ : سَأَلْتُ أَبَا سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ عَنِ اْلإِزَارِ قَالَ : عَلَى الْخَبِيْرِ سَقَطَتْ ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : (( إِزْرَةُ الْمُسْلِمِ إِلىَ نِصْفِ السَّاقِ وَلاَ حَرَجَ أَوْ لاَ جُنَاحَ فِيْمَا بَيْنَهُ وَ بَيْنَ الْكَعْبَيْنِ ، مَا كَانَ أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ فَهُوَ فيِ النَّارِ )) يَقُوْلُهَا ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ، (( مَنْ جَرَّ إِزَارَهُ بَطَرًا لَمْ يَنْظُرِ اللهُ إِلَـيْهِ ))
4. Dari Al ‘Alaa’ bin ‘Abdurrahman dari bapaknya berkata: Saya bertanya kepada Abu Sa’id Al Khudry tentang sarung maka ia berkata: Berita yang sampai padaku bahwa Rasulullah bersabda: “Sarung muslim itu hingga tengah betis dan tidak berdosa antara tengah betis dan mata kaki, dan apa yang di bawah mata kaki itu maka di neraka” (Beliau mengulanginya tiga kali) “Barang siapa yang meleretkan pakaiannya karena sombong maka Allah tidak akan memandangnya”.(2)
5). عَنْ خُذَيْفَةَ قَالَ : أَخَذَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ بِعَضْلَةِ سَاقِيْ أَوْ سَاقِهِ ( هَكَذَا قَالَ أَبُوْ إِسْحَاقٍ ) فَقَالَ : (( هَذَا مَوْضِعُ اْلإِزَارِ فَإِنْ أَبَيْتَ فَهَذَا ( وَطَأْطَأَ قَبْضَةً ) فَإِنْ أَبَيْتَ فَهَذَا ( وَطَأْطَأَ قَبْضَةً ) فَإِنْ أَبَيْتَ فَلاَ حَقَّ لِلإِزَارِ فيِ الْكَعْبَيْنِ ))
5. Dari Hudzaifah berkata : Rasulullah memegang otot betisku atau otot betisnya (demikian perkataan Abu Ishaq) maka beliau bersabda: “Ini adalah letak sarung dan jika kamu enggan maka ini (dan beliau menurunkan pegangannya) dan jika kamu masih enggan maka ini (dan beliau menurunkan pegangannya) dan jika kamu masih enggan maka tidak ada hak bagi sarung di kedua mata kaki.” (3)
6). عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَـيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ : (( اْلإِزَارُ إِلىَ نِصْفِ السَّاقِ )) فَلَمَّا رَأى شِدَّةَ ذَلِكَ عَلَى الْمُسْلِمِيْنَ قَالَ : (( إِلَى الْكَعْبَيْنِ لاَ خَيْرَ فِيْمَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ ))
____________________________
1. Diriwayatkan oleh Abu Dawud (4084) dan Ahmad (5:63, 64, 377) dan Ath Thoyalisi (1208) dan Abdur Rozzaq (11:82) dan Ibnu Abi Syaibah (8:204) dan Ibnu Hibban di Shohihnya dan Ath Thobrani di Al Kabir (7:72) dan Hakim (4:18). Dan dikeluarkan sebagiannya oleh Abu Dawud (5209), AtTirmidzy (2721, 2722) dan Ibnus Sunny di Amalul Yaum wal Lailah hal. 97. Haditsnya shohih.
2. Diriwayatkan oleh Abu Dawud (4093), Ibnu Majah (3573), Ahmad (3:5, 6, 31, 44, 52, 97), Malik di Al Muwattho’ hal. 914-915, Al Humaidy (737), Ibnu Abi Syaibah (8:203), Abu Uwanah (5 :483), Ibnu Hibban di Shohihnya (5422, 5423, 5426), Al Baihaqy di As Sunan (2:244), Al Baghawy di Syarhus Sunnah (12:12). Haditsnya shohih.
3. Diriwayatkan oleh AtTirmidzy (1783), An Nasa’i (8:206), Ibnu Majah (3572), Ahmad (5:382, 396, 398, 400), At Thoyalisy (425), Humaidy (445), Ibnu Abi Syaibah (8:202), Ibnu Hibban dalam Shohihnya (5421, 5424, 5425), Al Baghawy (12:10) dan berkata Al Hafizh dalam Al Fath (10:256) : “Dishohihkan oleh Hakim padahal dia hasan”, dan hadits ini dishohihkan oleh Al Albany dalam Mukhtashor Asy Syamail Al Muhammadiyah (99).
6. Dari Anas dari Nabi beliau bersabda : “Sarung itu sampai tengah betis”. Maka ketika Rasulullah melihat hal itu berat bagi kaum muslimin maka beliau bersabda : “Hingga di mata kaki dan tidak ada kebaikan pada apa yang di bawah kedua mata kaki.” (1)
Keenam hadits tadi menjelaskan dengan tegas bahwa wajib bagi seorang muslim mengenakan pakaian yang panjangnya tidak melewati kedua mata kaki dan disunnahkan baginya untuk menjadikan pakaian tersebut di tengah-tengah kedua betis. Oleh karena itu apabila seseorang berpaling dari hadits-hadits yang shohih ini dan membelakanginya maka baginya siksaan yang keras sebagaimana yang disebutkan dalam hadits-hadits berikut :
7). عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : (( مَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ مِنَ اْلإِزَارِ فَفِيْ النَّارِ ))
7. Dari Abu Hurairah dari Nabi bersabda : “Apa yang di bawah kedua mata kaki dari kain sarung maka itu tempatnya di Neraka”. (2)
8). عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : (( إِزْرَةُ الْمُؤْمِنِ إِلَى عَضْلَةِ سَاقَيْهِ ثُمَّ إِلىَ نِصْفِ سَاقَيْهِ ثُمَّ إِلىَ كَعْبَيْهِ فَمَا كَانَ أَسْفَلَ مِنْ ذَلِكَ فَفِيْ النَّارِ ))
8. Dari Abu Hurairah . berkata : Bersabda Rasulullah : “Sarungnya orang mu’min itu hingga otot kedua betisnya, kemudian hingga ke tengah kedua betisnya kemudian hingga kedua mata kakinya, maka apa yang di bawah dari itu tempatnya di Neraka”.(3)
Berkata Al Khaththaby rahimahulloh sabda Rasulullah “maka itu tempatnya di neraka” ( فَهُوَ فيِ النَّارِ ) dita’wilkan atas dua wajah :
1. Bahwa apa yang di bawah mata kaki Musbil tersebut di Neraka sebagai hukuman baginya atas perbuatannya.
2. Sesungguhnya perbuatan itu di Neraka yaitu ia termasuk dari perbuatan-perbuatan ahli neraka.
Maka hadits-hadits yang tersebut di atas dengan jelas menyebutkan bahwa penyebab dari ancaman akan siksa yang pedih, seperti neraka dan yang lainnya adalah disebabkan karena penambahan dari panjang kain sarung. Maka apakah setelah ini seseorang dapat berkata bahwa ancaman-ancaman ini ditujukan bagi yang melakukannya dengan sombang ?. Mengapa hal ini bisa terjadi, padahal hadits-hadits dengan jelas menunjukkan batasan yang wajib bagi seseorang dimana ia harus berada di situ, yang mana
¬¬¬¬__________________________
1. Diriwayatkan oleh Ahmad (3:140, 249, 256) dan haditsnya shohih, juga diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah (8:285) secara mauquf.
2. Diriwayatkan oleh Al Bukhary (10:256), Ahmad (2:410, 461, 498), Abdurrozzaq (11:83), Abu Nu’aim dalam Al Hilyah (7:192), Al Baihaqy (2:244), Al Baghawy (12:12), Ibnu Abi Syaibah (8:204), Ath Thobrany dalam Al Kabir (7:282) dari hadits Samurah bin Jundub dan dia riwayat Ahmad (5:15) dan Ath Thobrany dengan lafazh ( تَحْتَ الكَعْبَيْنِ ) , Ibnu Abi Syaibah (8:203) dari hadits Aisyah.
3. Hadits shohih diriwayatkan oleh Ahmad (2:255, 287, 504).
apabila melewati batas tersebut dan memanjangkan pakaian di bawah mata kaki maka dia termasuk golongan yang diancam dari hadits-hadits yang sudah dijelaskan tadi. Memang ada beberapa hadits yang secara zhahir menunjukkan bahwa ancaman hanya berlaku bagi yang melakukannya dengan sombong, namun itu tidak berarti bahwa semua hadits bisa kita bawa ke syarat sombong karena ada beberapa hadits yang sifatnya umum sebagaimana hadits-hadits yang sudah kami sebutkan dan beberapa hadits berikut :
9). عَنِ الشَّرِيْدِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ تَبِعَ رَجُلاً مِنْ ثَقِيْفٍ حَتَّى هَرْوَلَ فيِ أَثَرِهِ حَتَّى أَخَذَ ثَوْبَهُ فَقَالَ : (( اِرْفَعْ إِزَارَكَ )) قَالَ : فَكَشَفَ الرَّجُلُ عَنْ رُكْبَتَيْهِ فَقَالَ : يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنِّيْ أَحْنَفُ وَ تَصْـتَكُّ رُكْبَتَايَ ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : (( كُلُّ خَلْقِ اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ حَسَنٌ )) قَالَ : وَ لَمْ يُرَ ذَلِكَ الرَّجُلُ إِلاَّ وَ إِزَارُهُ إِلىَ أَنْصَافِ سَاقَيْهِ حَتَّى مَاتَ .
9. Dari Asy Syarid bahwasanya Nabi mengikuti seorang laki-laki dari Tsaqif hingga beliau berlari kecil mengikuti jejaknya, ketika beliau sampai pada laki-laki tersebut, beliau memegang pakaiannya, lalu bersabda: “Angkatlah sarungmu!”, laki-laki tersebut menyingkapkan pakaiannya hingga terlihat ke dua lututnya lalu berkata: “Wahai Rasulullah, kakiku bengkok dan lututku berbenturan waktu berjalan”, maka Rasulullah bersabda: “Setiap ciptaan Allah itu baik.” Sejak saat itu laki-laki tersebut tidak dilihat kecuali sarungnya di tengah kedua betisnya hingga ia meninggal dunia.(1)
10). عَنْ عَمْرِو بْنِ فُلاَنٍ الأنْصَارِيِّ قَالَ : بَيْنَمَا هُوَ يَمْشِيْ قَدْ أَسْـبَلَ إِزَارَهُ إِذْ لَحِقَهُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ وَ قَدْ أَخَذَ بِنَاصِيَةِ نَفْسِهِ وَهُوَ يَقُوْلُ : (( اللَّهُمَّ عَبْدُكَ وَ ابْنُ عَبْدِكَ وَ ابْنُ أَمَتِكَ )) قَالَ عَمْرُو : فَقُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنِّيْ رَجُلُ حَمْشِ السَّاقَيْنِ ، فَقَالَ : (( يَا عَمْرُو إِنَّ اللهَ عَزَّ وَ جَلَّ قَدْ أَحْسَنَ كُلَّ شَيْءٍ خَلْقَهُ يَا عَمْرُو)) وَ ضَرَبَ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَ السَّلاَمُ بِأَرْبَعِ أَصَابِعَ مِنْ كَفِّهِ الْيُمْنَى تَحْتَ رُكْبَةِ عَمْرٍو فَقَالَ : (( يَا عَمْرُو هَذَا مَوْضِعُ اْلإِزَارِ )) ثُمَّ رَفَعَهَا ثُمَّ وَضَعَهَا تَحْتَ الثَّـانِيَةِ فَقَـالَ : (( يَا عَمْرُو هَذَا مَوْضِعُ اْلإِزَارِ ))
10. Dari ‘Amru anak seorang dari kaum Anshar berkata : Ketika ia berjalan dan sarungnya di bawah mata kaki, tiba-tiba Rasulullah mendapatinya lalu memegang ubun-ubunnya dan beliau bersabda: “Ya Allah hamba-Mu dan anak dari hamba-Mu yang laki-laki dan anak dari hamba-Mu yang perempuan”. Berkata ‘Amru : Saya berkata : Ya Rasulullah saya adalah seorang yang mempunyai betis yang kecil, maka sabda beliau : “Wahai ‘Amru, sesungguhnya Allah telah menciptakan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya”. Dan Rasulullah meletakkan empat jarinya yang kanan di bawah lutut ‘Amru, lalu beliau bersabda : “Wahai ‘Amru inilah letak sarung"
__________________________________
1. Hadits shohih diriwayatkan oleh Ahmad (4:390), Humaidy (810), Ath Thohawy dalam Musykilul Atsar (2:287) dan Ath Thobrany dalam Al Kabir (7 : 377, 378).
Kemudian mengangkatnya, kemudian meletakkannya lagi di bawah yang kedua lalu bersabda lagi : “Wahai ‘Amru inilah letak sarung”. (1)
11). عَنِ اْلأَشْعَثِ بْنِ سُلَيْمٍ قَالَ : سَمِعْتُ عَمَّتِيْ تُحَدِّثُ عَنْ عَمِّهَا قَالَ : بَيْنَا أَنَا أَمْشِيْ بِالْمَدِيْنَةِ إِذَا إِنْسَانٌ خَلْفِيْ يَقُوْلُ : (( اِرْفَعْ إِزَارَكَ فَإِنَّهُ أَتْقَى )) فَإِذَا هُوَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَقُلْتُ : يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّمَا هِيَ بُرْدَةٌ مَلْحَاءُ ، قَالَ : (( أَمَالَكَ فِيَّ أُسْوَةٌ )) فَنَظَرْتُ فَإِذَا إِزَارُهُ إِلىَ نِصْفِ سَاقَيْهِ ))
11. Dari Al Asy’ats bin Sulaim berkata : Saya mendengar bibi saya (Ruham) bercerita tentang pamannya (‘Ubaid bin Kholid) bahwa dia berkata: Ketika saya sedang jalan di Madinah, tiba-tiba ada orang di belakangku yang menegurku :“Angkatlah sarungmu, karena itu lebih taqwa!”, ternyata orang tersebut adalah Rasulullah , maka saya berkata: “Kakiku ada belangnya”, bersabda Rasulullah : “Bukankah pada diriku ada contoh bagimu ?”, maka saya melihatnya, ternyata sarung beliau sampai ke tengah betis.(2)
Ketiga hadits ini tidak mungkin di bawah kepada makna sombong, karena setiap mereka melakukan Isbal hanya untuk menutupi cacat tubuhnya bukan karena sombong dan mereka telah menyampaikan uzur itu kepada Rasulullah , namun Rasulullah tetap tidak mengizinkan mereka untuk melakukan Isbal, maka bagaimana keadaannya bagi orang yang tidak mempunyai uzur lalu melakukan Isbal ? Hadanallohu wa iyyakum !
Kesemua hadits yang telah kami sebutkan menunjukkan kepada kita letak kain sarung dari seorang muslim yaitu afdhalnya di tengah betis dan minimal di atas mata kaki. Berikut ini sebagai pelengkap dari dalil-dalil tersebut akan kami sebutkan hadits-hadits yang mencela Al Isbal tersebut :
12). عَنْ أَبِيْ ذَرٍّ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ : (( ثَلاَثَةٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلاَ يُزَكِّيْهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ )) قَالَ : فَقَرَأَهَا ثَلاَثَ مِرَارٍ ، قَالَ أَبُوْ ذَرٍّ : خَابُوْا وَ خَسِرُوْا مَنْ هُمْ يَا رَسُوْلَ اللهِ ؟ قَالَ : (( الْمُسْبِلُ وَ الْمَنَّانُ وَ الْمُنْفِقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلْفِ الْكَاذِبِ ))
12. Dari Abu Dzar dari Nabi bersabda : “Ada tiga kelompok manusia yang Allah tidak mengajaknya berbicara di hari kiamat dan tidak melihat kepada mereka dan bagi mereka siksa yang pedih” (Rasulullah menyebut ini tiga kali). Berkata Abu Dzar: “Sungguh celaka dan merugi mereka itu”. Siapa mereka wahai Rasulullah? Bersabda Rasulullah: “Al Musbil, orang yang menyebut-nyebut pemberiannya dan orang yang menjual barang dagangannya dengan sumpah palsu”.(3)
___________________________________
1. Hadits Hasan diriwayatkan oleh Ahmad (4:200), Berkata Al Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (7:155), diriwayatkan juga oleh Ath Thobrany dalam Al Kabir (8:277) dari hadits Abu Umamah. Berkata Al Haitsamy dalam Al Majma’ (5:124) : Diriwayatkan oleh Ath Thobrany dengan beberapa sanad dan salah satunya mempunyai rijal yang tsiqot.
2. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Baihaqy, At Tirmidzy dalam Asy Syamail Al Muhammadiyah (no.120), Ath Thoyalisy (1190), dan hadits ini dishohihkan oleh Asy Syaikh Al Albany dalam Mukhtasar Asy Syamail Al Muhammadiyah (hal. 69).
3. Diriwayatkan oleh Muslim (106), Abu Dawud (4087), At Tirmidzy (3:516), An Nasa’i (5:81, 7:245, 8:208), Ibnu Majah (2208), Ahmad (5:148, 158, 162, 168, 178), Ath Thoyalisy (467), Ibnu Abi Syaibah (8:201), Ad Darimy (2608).
13). عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ : (( إِنَّ اللهَ عَزَّ وَ جَلَّ لاَ يَنْظُـرُ إِلىَ مُسْبِلِ اْلإِزَارِ ))
13. Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallohu ‘anhuma dari Nabi bersabda : “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidak melihat kepada orang yang menurunkan sarungnya di bawah mata kaki”. (1)
14). عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهٌ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : (( إِنَّ اللهَ لاَ يَنْظُرُ إِلىَ الْمُسْبِلِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ))
14. Dari Abu Hurairah berkata : Bersabda Rasulullah : ”Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada Al Musbil di hari kiamat”.(2)
15). عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ قَالَ : أَرْسَلَنِيْ أَبِيْ إِلىَ ابْنِ عُمَرَ فَقُلْتُ : أَ أَدْخُلُ ؟ فَعَرَفَ صَوْتِيْ فَقَالَ : أَيْ بُنَيَّ إِذَا أَتَيْتَ إِلىَ قَوْمٍ فَقُلْ : السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ فَإِنْ رَدُّوْا عَلَيْكَ فَقُلْ أَ أَدْخُلُ ؟ قَالَ : ثُمَّ رَأَى ابْنَهُ وَ قَدْ اِنْجَرَّ إِزَارُهُ فَقَالَ : اِرْفَعْ إِزَارَكَ فَقَدْ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَقُوْلُ : (( مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ مِنَ الْخُيَلاَءِ لَمْ يَنْظُرِ اللهُ إِلَـيْهِ ))
15. Dari Zaid bin Aslam berkata: “Ayah saya mengutus saya ke Ibnu ‘Umar maka saya berkata: “Bolehkah saya masuk?” Ibnu ‘Umar mengenali suaraku lalu berkata: “Wahai anakku jika kamu mendatangi suatu kaum maka katakanlah: “Assalaamu’alaikum”, dan jika mereka menjawabmu maka katakanlah: “Bolehkah aku masuk?”, Kemudian Ibnu ‘Umar melihat anaknya yang kain sarungnya turun/meleret, maka dia berkata: “Angkatlah sarungmu karena saya telah mendengar sabda Rasulullah , : “Barangsiapa yang meleretkan pakaiannya dengan sombong maka Allah tidak melihat kepadanya”.(3)
16). عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ زِيَادٍ قَالَ : سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ وَ رَأَى رَجُلاً يَجُرُّ إِزَارَهُ فَجَعَلَ يَضْرِبُ اْلأَرْضَ بِرِجْلِهِ وَهُوَ أَمِيْرٌ عَلَى الْبَحْرَيْنِ وَهُوَ يَقُوْلُ : جَاءَ اْلأَمِيْرُ جَاءَ اْلأَمِيْرُ ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : (( إِنَّ اللهَ لاَ يَنْظُرُ إِلىَ مَنْ يَجُرُّ إِزَارَهُ بَطَرًا ))
16. Dari Muhammad bin Ziyad berkata: Saya mendengar Abu Hurairah dan dia melihat seorang laki-laki yang meleretkan pakaiannya maka mulai beliau memukul bumi dengan kakinya dan dia adalah Amir (pemimpin) Bahrain sambil berkata: “Telah datang Amir, telah datang Amir”, Bersabda Rasulullah : “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada orang yang meleretkan kain sarungnya dengan sombong”. (4)
___________________________________
1. Diriwayatkan oleh An Nasa’i (8:208), Ahmad (1: 322), Ibnu Abi Syaibah (8:200), Ath Thobrany dalam Al Kabir (12:41) dan Abu Nu’aim dalam Al Hilyah (7:192) dan dishohihkan oleh Asy Syaikh Al Albani dalam Shohih Al Jami’ Ash Shogir (1/ 380 / 1863)
2. Diriwayatkan oleh Ahmad (2:318), Abdurrozzaq (11:81).
3. Diriwayatkan oleh Ahmad (2:33), Al Humaidy (636) dan Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliyaa’ (7:192).
4. Diriwayatkan oleh Muslim (2087), Ahmad (2:409, 430) dan Abu Nu’aim dalam Al Hilyah (7:192).
17). عَنْ عَمْرِو بْنِ مَيْمُوْن فيِ ذِكْرِ قِصَّةِ مَقْتَلِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ وَ فيِ الْحَدِيْثِ : فَلَمَّا أَدْبَرَ إِذَا إِزَارُهُ يَمَسُّ اْلأَرْضَ قَالَ : رُدَّ عَلَيَّ الْغُلاَمَ ، قَالَ : يَا ابْنَ أَخِيْ اِرْفَعْ ثَوْبَكَ فَإِنَّهُ أَبْقَى لِثَوْبِكَ وَ أَتْقَى لِرَبِّكَ .
17. Dari ‘Umru bin Maimun menceritakan berita pembunuhan ‘Umar dan di dalamnya : Ketika seorang hendak pulang dimana kainnya menyentuh tanah, maka berkata ‘Umar: “Panggil kembali pemuda itu”, lalu berkata ‘Umar bin Khattab : “Wahai anak saudaraku angkatlah pakaianmu, karena hal itu membuat pakaianmu lebih tahan dan perbuatan itu lebih taqwa kepada Tuhanmu!”. (1)
18). عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهمَاُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : (( مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَـلاَءَ لَمْ يَنْظُرِ اللهُ إِلَـيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ )) فَقَالَ أَبُوْ بَكْرٍ : يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّ أَحَدَ شِقَّيْ ثَوْبِيْ يَسْتَرْخِيْ إِلاَّ أَنْ أَتَعَاهَدَ ذَلِكَ مِنْهُ ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : (( إِنَّكَ لَسْتَ تَصْنَعُ ذَلِكَ خُيَلاَءَ ))
18. Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallohu ‘anhuma berkata: Bersabda Rasulullah , “Barangsiapa yang memanjangkan pakaiannya karena sombong maka Allah tidak melihat kepadanya di hari kiamat”. Berkata Abu Bakar : “Wahai Rasulullah sesungguhnya salah satu tepi pakaian saya selalu turun kecuali saya menjaganya”, maka bersabda Rasulullah : “Sesungguhnya kamu tidak melakukan itu karena sombong”. (2)
19). عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ : (( بَيْنَمَا رَجُلٌ يَجُرُّ إِزَارَهُ مِنَ الْخُيَلاَءِ خَسِفَ بِهِ فَهُوَ يُجَلْجِلُ فيِ اْلأَرْضِ إِلىَ يَوْمِ الْقِيَامَةِ ))
19. Dari Abu Hurairah berkata: Bersabda Rasulullah : “Ketika seorang laki-laki berjalan dengan berlagak dan dia memakai pakaian yang indah dengan rambut terurai sampai ke bahu dan sarungnya melewati mata kaki, tiba-tiba Allah menenggelamkannya maka ia terbenam (atau bersabda: dia jatuh) di dalam tanah hingga hari kiamat”. (3)
20). عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ : (( بَيْنَمَا رَجُلٌ يَتَبَخْـتَرُ فيِ بُرْدَتِهِ قَدْ أَعْجَبَتْهُ نَفْسُهُ فَخَسَفَ اللهُ بِهِ اْلأَرْضَ فَهُوَ يَتَجَلْجَلُ فِيْهَا إِلىَ يَوْمِ الْقِيَامَةِ ))
20. Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah bersabda : “Ketika seorang laki-laki berjalan dengan berlagak dan dia memakai pakaian burdah dan dia kagum terhadap dirinya sendiri maka Allah menenggelamkannya dalam bumi maka dia menjerit di dalamnya hingga hari kiamat”. (4)
________________________________
1. Diriwayatkan oleh Al Bukhary (7:60), Ibnu Abi Syaibah (8:201, 202), An Nasa’i dalam As Sunan Al Kubra, Ahmad (5:364), Ath Thoyalisy (1190).
2. Diriwayatkan oleh Al Bukhary (7: 19, 10 : 254, 478), Abu Dawud (4080), An Nasa’i (8 : 208), Ahmad (2:147), Al Humaidy (649), Ath Thobrany dalam Al Kabir (12 : 299, 301), Al Baihaqy (2 : 243), Al Baghawy dalam Syarhus Sunnah (12 : 9).
3. Diriwayatkan oleh Al Bukhary (10: 258), Muslim (49, 2088), Ahmad (2 : 267, 315, 4456, 467). Diriwayatkan oleh Muslim (2088), Al Bukhary dalam At Tarikh Al Kabir (1:413, 2:212), Ahmad (2:390, 531), Ath Thoyalisy (2469), Abdurrozzaq (11: 82) dan Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliyaa’ (8:389.
Inilah beberapa hadits yang kami kumpulkan untuk menjelaskan bahaya isbal dan ancaman yang disediakan bagi orang yang melakukannya. Kalau kita memperhatikan seluruh hadits yang telah disebutkan akan kita dapati dua macam pelaku isbal itu, yang pertama melakukan Isbal tanpa rasa sombong dan yang kedua melakukan isbal disertai rasa sombong. Dan keduanya mendapat ancaman siksa dari Allah Azza Wa Jalla dengan tingkatan yang berbeda. Bagi kelompok yang pertama Rasulullah bersabda: “Setiap apa yang melewati mata kaki dari pakaian maka itu neraka”. Untuk kelompok kedua selain mendapatkan ancaman siksa di neraka juga dikatakan bahwa Allah tidak melihat kepada mereka di hari kiamat (lihat hadits no. 4, 12, 13, 14, 15, 16) ditambah lagi adzab yang akan dirasakannya mulai meninggalnya hingga di hari kiamat, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits no. 19 dan 20.
Adapun pengertian dari sabda Rasulullah bahwa “Allah tidak melihat kepada mereka”, ditafsirkan oleh para ulama sebagai berikut :
Berkata Imam Ibnu Katsir rahimahulloh terhadap kalimat: “Allah tidak mengajak mereka berbicara dan tidak melihat mereka”, yaitu dengan rahmat Allah kepadanya, artinya Allah tidak mengajak mereka berbicara dengan pembicaraan yang lembut dan Allah tidak memandang mereka dengan pandangan yang rahmat.(1)
Berkata Imam Al Baghawy rahimahulloh : “Makna tidak melihat mereka di hari kiamat yaitu bahwa Allah tidak merahmati mereka dan tidak berbuat baik kepada mereka dan tidak memberikan kepada mereka kebaikan”. (2)
Al Imam An Nawawy rahimahulloh dalam syarah beliau terhadap hadits-hadits riwayat Muslim berkata : “Makna dari Allah tidak melihat kepadanya, yaitu tidak merahmatinya dan tidak melihat kepadanya dengan pandangan yang rahmat”.(3)
IV. PENJELASAN DAN PENDAPAT PARA ULAMA TENTANG AL ISBAL DAN BANTAHAN BAGI YANG TIDAK MENGHARAMKANNYA JIKA TIDAK DISERTAI RASA SOMBONG
1. Berkata Ibnu Abdil Barr rahimahulloh : “Jika seseorang melakukan Isbal (meleretkan kain di bawah mata kaki) tidak karena sombong maka itu perbuatan yang tercela”.(4)
2. Berkata Ibnul ’Aroby rahimahulloh : “Tidak boleh seorang laki-laki memakai pakaian yang melewati mata kaki lalu dia berkata : “Saya tidak memanjangkannya karena sombong”, karena larangan tersebut telah mengenainya secara lafazh dan tidak diperbolehkan bagi seseorang yang terkena larangan secara lafadzh untuk melanggarnya, lalu alasan orang yang mengatakan tidak mengapa pakaian saya panjang karena ‘illah (sebab) pelarangan – yaitu sombong – tidak ada pada saya, adalah alasan yang tidak bisa diterima, bahkan ujung pakaian yang dipanjangkannya itu bukti kesombongannya”.(5)
_______________________________
1. Tafsir Ibnu Katsir (1: 402)
2. Ma’aalimut Tanzil, tafsir surah Ali Imran ayat 77 (2 : 58)
3. Syarhu Shohih Muslim (1 : 297 - 298)
4. Subulus Salam (4 : 308).
5. Aunul Ma’bud (11 : 96)
3. Berkata Al Imam An Nawawy rahimahulloh : “Pakaian yang di bawah mata kaki itu haram jika dilakukan karena sombong dan kalau tidak karena sombong maka itu makruh dan kadang dia menuju kepada apa yang dikatakan : Jika pakaian itu cocok dengan ukuran pemakainya namun dia itu turun tanpa disengaja - seperti yang terjadi pada diri Abu Bakar - maka dia tidak masuk kepada adzab yang diancamkan, namun jika pakaiannya melewati ukuran pemakainya maka itu terlarang dari berbagai segi yaitu perbuatan tersebut termasuk Israf (pemborosan), yang kedua Isbal itu adalah tasyabbuh (menyerupai) kepada wanita, dan yang ketiga adalah bahwa pakaian orang yang melakukan Isbal itu tidak aman dari melekatnya najis.(1)
4. Telah berkata Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahulloh ketika membantah anggapan orang yang mengkhususkan pengharaman Isbal bagi yang melakukannya karena sombong: “Sesungguhnya seandainya larangan hanya untuk orang yang melakukannya karena sombong maka Ummu Salamah tidak perlu bertanya tentang hukum memanjangkan tepi pakaian bagi wanita, bahkan Ummu Salamah memahami bahwa larangan Isbal itu mutlak, baik karena itu sombong maupun tidak karena sombong, sehingga Ummu Salamah bertanya hukum Isbal bagi wanita karena para wanita memerlukan Isbal untuk menutupi aurat mereka”.(2) (Hadits tentang Ummu Salamah ini bisa dilihat pada pembahasan hukum Isbal bagi wanita.)
5. Al Amir Ash Shon’any rahimahulloh berkata : “Adapun pakaian yang di bawah tengah betis itu tidak berdosa hingga di mata kaki”, lalu beliau menyebutkan perkataan Imam An Nawawy dan Ibnul ‘Aroby rahimahumallah (Lihat no. 2 dan 3) kemudian menambahkan : “Walhasil bahwasanya Al Isbal itu menghendaki turunnya pakaian dan perbuatan itu mengakibatkan kesombongan walaupun pemakainya tidak bertujuan demikian”. (3)
6. Asy Syaikh Al Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al Albany rahimahulloh dalam muqaddimah kitab Mukhtasar Asy Syamail Al Muhammadiyah berkata : “Saya berharap dengan ikhlas agar buku ini bisa menjadi petunjuk bagi seluruh kaum muslimin untuk mengenali budi pekerti Rasulullah yang lengkap dan mulia itu lalu mereka bisa mengikuti petunjuknya dan berakhlak seperti akhlak beliau dan mengambil manfaat dari cahayanya di zaman mana hampir kebanyakan dari kaum muslimin melupakan firman Allah : (yang artinya) : “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah (QS. Al Ahzab : 21)”. Dan di antara kaum muslimin ada yang mempunyai kekhususan baik dia juru da’wah maupun yang lainnya, yaitu orang-orang yang zuhud dari mengikuti kebanyakan dari petunjuk Rasulullah dan adab beliau, seperti tawadhu’ beliau dalam berpakaian, petunjuk Rasulullah tentang makan, minum, tidur, sholat dan ibadah lainnya. Bahkan di antara mereka (para dai tersebut) ada yang menjadikan para pengikut sunnah Rasulullah menjauhi dan menjadi zuhud untuk mengikuti sebagian dari sunnah, seperti makan dan minum sambil duduk, dan memendekkan pakaian di
¬¬¬¬¬¬¬______________________________
1. Lihat : Subulus Salam (4 : 308)
2. Fathul Bary (10 : 318)
3. Subulus Salam (4 : 308).
atas mata kaki, bahkan mereka menganggap itu adalah perbuatan yang “tasyaddud” (ekstrim) dan akan menjadikan orang yang di luar Islam lari dari Islam. Maka kamu akan dapati diantara mereka - sebagai contoh - tidak menghiraukan pakaiannya yang menyentuh tanah dengan alasan dia tidak melakukan itu karena sombong, dengan dalil perkataan Rasulullah kepada Abu Bakar : “Kamu tidak termasuk orang yang melakukannya karena sombong”.(1) Padahal mereka lalai dari mengetahui perbedaan yang nyata antara Abu Bakar dengan mereka. Karena Abu Bakar tidak menyengaja perbuatannya itu, sebagaimana jelas dalam perkataannya : “Salah satu dari tepi sarungku selalu turun”, sedangkan mereka menyengaja menurunkan pakaian mereka karena kejahilan mereka atau tidak mau mengetahui sifat sarung Rasulullah yang ada di tengah betis.(2) Dan hadits tentang Ibnu ‘Umar radhiyallohu ‘anhuma yang mana Rasulullah memerintahkannya untuk menaikkan sarungnya hingga di tengah betis.(3) Kalau Ibnu ‘Umar radhiyallohu ‘anhuma yang termasuk diantara sahabat-sahabat yang utama dan yang paling taqwa di antara mereka, namun Rasulullah tidak diam ketika sarungnya turun - bahkan beliau memerintahkannya untuk menaikkannya - apakah ini tidak menunjukkan bahwa adab ini bukan muqayyad (terikat) dengan maksud sombong, dan bahwasanya seandainya Rasulullah melihat sebagian dari du’at (juru da’wah) yang memanjangkan jubahnya atau celana panjangnya maka tentu beliau lebih mengingkarinya, dan ketika itu mereka tidak mampu menjawab pengingkaran Rasulullah tersebut dengan dalih mereka tidak melakukannya karena sombong - padahal mereka menurunkan pakaian itu dengan sengaja - karena Ibnu ‘Umar radhiyallohu ‘anhuma adalah orang yang zuhud yang tidak melakukannya karena sombong, namun Rasulullah tetap mengingkari perbuatannya. Maka Ibnu ‘Umar radhiyallohu ‘anhuma dengan bersegera mengikuti perintah tersebut. Maka siapakah yang mau menjawab panggilan Rasulullah pada masa sekarang ini ??? (4)
7. Asy Syaikh Al ‘Allamah Ibnu Baz rahimahulloh dalam salah satu fatwa beliau berkata : “Al Isbal itu haram dan merupakan perbuatan munkar, baik itu pada gamis atau sarung atau celana panjang atau apa saja yang melewati mata kaki, berdasarkan sabda Rasulullah : “Apa yang di bawah mata kaki dari kain sarung maka itu di neraka”(5) Dan sabda Beliau : “Tiga kelompok manusia yang Allah tidak mengajak mereka berbicara di hari kiamat …… orang yang memanjangkan kain sarungnya di bawah mata kaki …. dan seterusnya (6). Dan sabda Rasulullah kepada beberapa sahabat : “Hati-hatilah kamu terhadap Isbal karena itu dari kesombongan (7). Ketiga hadits ini menunjukkan bahwa Al Isbal itu termasuk dosa-dosa besar, walaupun pelakunya mengaku bahwa dia tidak melakukannya karena sombong, berdasarkan keumuman dan kemutlakan hadits-hadits tersebut.
_______________________
1. Lihat hadits no. 18
2. Lihat hadits no. 11
3. Lihat hadits no. 1 dan 2
4. Mukhtashor Asy Syamail Al Muhammadiyah hal. 10 – 11.
5. Lihat hadits no. 7
6. Lihat hadits no. 12
7. Lihat hadits no. 3
Adapun orang yang melakukan Isbal karena sombong maka dosanya lebih besar . Berdasarkan sabda Nabi : “Barangsiapa yang memanjangkan pakaiannya karena sombong maka Allah tidak melihat kepadanya di hari kiamat” (1), karena dia telah menggabungkan antara Isbal dengan kesombongan. Kita memohon kepada Allah keselamatan dari hal tersebut. Adapun sabda Nabi kepada Abu Bakar ketika beliau berkata : “Wahai Rasulullah sesungguhnya sarungku selalu turun kecuali kalau aku menjaganya”, maka bersabda Nabi : “Kamu tidak termasuk orang yang melakukannya karena sombong” (2). Maka hadits ini tidaklah menunjukkan bahwa Al Isbal boleh bagi yang tidak ingin sombong, hanya saja hadits ini menunjukkan bahwa barang siapa yang turun sarungnya atau celana panjangnya tanpa maksud sombong lalu kemudian menjaganya dan memperbaikinya maka dia tidak berdosa. Adapun yang dilakukan oleh sebagian manusia sekarang ini dengan menurunkan celana panjangnya di bawah mata kaki maka ini tidak boleh, adapun sunnahnya adalah bahwa gamis itu dan yang semacamnya berada diantara tengah betis sampai mata kaki sebagai pengamalan dari seluruh hadits-hadits tadi. Dan Allah lah pemberi taufiq”.(3)
8 Berkata Fadhilatu Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahulloh : “Memanjangkan pakaian di bawah mata kaki bagi laki-laki diharamkan baik itu karena sombong maupun tidak karena sombong, akan tetapi jika dilakukan karena sombong maka siksaannya lebih keras. Berdasarkan hadits dari Abu Dzar yang shohih dalam shohih Muslim (4). Hadits ini mutlak namun terikat dengan hadits dari Ibnu ‘Umar radhiyallohu ‘anhuma (5), maka kemutlakan dalam hadits Abu Dzar terikat dengan hadits Ibnu ‘Umar radhiyallohu ‘anhuma. Dan jika seseorang melakukan Isbal karena sombong maka Allah tidak melihat kepadanya dan tidak mensucikannya dan baginya adzab yang pedih, dan hukuman ini lebih keras dari pada hukuman yang disebutkan bagi orang yang menurunkan kainnya hingga ke bawah mata kaki tanpa disertai kesombongan. Maka ketika dua hukuman tersebut berbeda maka tidak boleh membawa kemutlakan kepada kekhususan, karena kaidah “membawa yang mutlak kepada yang mengikatnya” salah satu syaratnya adalah adanya dua nash yang sama dalam satu hukum, adapun jika hukumnya berbeda maka hukum yang satu tidak diikat oleh hukum yang lainnya. Oleh karena itu ayat tentang tayammum yaitu firman Allah dalam surah Al Maidah tidak kita ikat/mengkhususkannya kepada ayat tentang wudhu’ di surah yang sama dan ayat yang sama pula. Demikian pula membasuh tangan ketika tayammum hanya sampai pergelangan berbeda dengan wudhu’ dimana kita mencuci tangan hingga ke siku. Dan Hal ini juga ditunjukkan oleh hadits dari Abu Sa’id Al Khudry yang diriwayatkan oleh Imam Malik dan selainnya (6). Dalam hadits ini Rasulullah menyebutkan dua misal dalam hadits yang satu dan dua hukum yang berbeda disebabkan perbedaan kedua siksaannya. Karena ini adalah dua perbuatan yang berbeda maka berbeda pula dari segi hukum dan siksaannya. Dari sinilah nyata kesalahan orang
__________________________________
1. Lihat hadits no. 17
2. Lihat hadits no. 18.
3. Fatwa-fatwa Asy Syaikh bin Baz di Majalah Ad Da’wah hal. 221
4. Lihat hadits no. 12.
5. Lihat hadits no. 17.
6. Lihat Hadits no. 4.
yang mengkhususkan sabda Rasulullah : “Apa yang di bawah mata kaki dari kain sarung tempatnya di neraka”, kepada sabda beliau : “Siapa yang meleretkan pakaiannya karena sombong maka Allah tidak melihat kepadanya” (1). Oleh karena itu untuk membantah orang yang melakukan Isbal dengan pengakuan tidak karena sombong
maka kita katakan kepadanya Isbal itu ada dua macam, yang pertama jenis yang hukumannya di siksa pelakunya di tempat pelanggarannya saja - yaitu apa yang di bawah mata kaki - jika tidak disertai kesombongan. Adapun jenis kedua adalah yang melakukan Isbal disertai dengan rasa sombong, maka Allah tidak melihat kepadanya dan tidak menyucikannya dan tidak mengajaknya berbicara di hari kiamat dan baginya siksa yang pedih.(2)
Itulah beberapa pendapat ulama baik Mutaqaddimin (ulama terdahulu) maupun Mutaakhkhirin (ulama kontemporer) tentang Al Isbal. Dari pendapat-pendapat tersebut kita melihat bahwa tidak seorang pun yang memandang Al Isbal itu sebagai perbuatan yang mubah. Dan sebagai pelengkap dari bab ini maka akan kami sebutkan beberapa bantahan terhadap pandangan yang mengatakan Al Isbal itu tidak haram jika tidak disertai rasa sombong. Umumnya mereka berhujjah dengan hadits dari Ibnu ‘Umar radhiyallohu ‘anhuma yang di dalamnya ada perkataan dari Abu Bakar yaitu perkataan beliau : “Wahai Rasulullah sesungguhnya salah satu dari kedua tepi pakaian saya selalu turun kecuali saya menjaganya”, maka sabda Rasulullah : “Kamu tidak termasuk yang melakukannya dengan sombong ” (3). Mereka menganggap bahwa sabda Rasulullah tersebut merupakan penjelasan bahwa larangan hanya ditujukan bagi yang melakukannya karena sombong.
Bantahan atas mereka dengan beberapa point sebagai berikut :
1. Sebagaimana yang telah berlaku atas kita sabda Nabi kepada Hudzaifah ketika beliau memegang otot betis Hudzaifah dan bersabda : “Ini adalah letak sarung, dan jika kamu enggan maka di bawahnya, dan jika kamu masih enggan maka tidak ada hak bagi sarung di mata kaki” (4). Jika kita membaca hadits ini dengan seksama maka apakah yang bisa kita pahami dari hadits itu ? Apakah kita akan memahami bahwa Nabi membolehkan kepadanya untuk memanjangkan pakaiannya sesuai keinginannya jika tidak disertai rasa sombong ? Ataukah kita memahaminya bahwa Nabi menyuruhnya untuk menjadikan pakaiannya ke tempat yang telah diletakkannya/ditunjukkannya pertama kali kemudian meletakkannya pada tempat yang lain dan adalah Nabi memberikan pilihan kepada Hudzaifah untuk menjadikan pakaiannya antara dua tempat tersebut, kemudian mengancamnya untuk tidak menambah lebih dari itu, lalu bersabda : “Tidak ada hak bagi sarung di kedua mata kaki”. Hal ini menunjukkan dengan jelas sekali bahwa tidak ada kesombongan dalam diri Hudzaifah ketika melakukannya. Demikian pula sabda Nabi kepada Ibnu ‘Umar radhiyallohu ‘anhuma ketika beliau melihat pakaian Ibnu ‘Umar sering terjatuh, maka sabdanya : “Wahai ‘Abdullah angkatlah pakaianmu !”, Kemudian bersabda lagi : “Tambahlah !”. Dan banyak lagi hadits-hadits yang serupa dengan ini, maka dimanakah persyaratan karena sombong ???
_____________________________________________________________________
1. Lihat Hadits no. 17
2. As-ilatun Muhimmah oleh Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin hal. 29.
3. Lihat hadits no. 12
4. Lihat hadits no. 5
2. Sesungguhnya Abu Bakar tidak berkata : “Sesungguhnya saya menjadikan sarung saya panjang” atau “Sesungguhnya saya mengenakan baju yang panjang”, namun beliau berkata : “Salah satu dari dua tepi sarungku selalu turun kecuali jika saya menjaganya” (Lihat hadits no. 18). Dari perkataan tersebut dapat dipahami bahwa Abu Bakar tidaklah meletakkannya dalam posisi seperti itu (di bawah mata kaki) akan tetapi sarungnyalah yang selalu turun. Berkata Abu Thoyyib : “Perkataan Abu Bakar “ تَعَاهَدَهُ ” berasal dari kata “ اَلتَّعَاهُدُ “ yang berarti menjaga dan memelihara dan ini mempunyai makna bahwa salah satu dari kedua tepi sarungnya turun jika dia bergerak untuk berjalan atau selainnya - tidak karena keinginannya - apabila dia menjaganya maka sarungnya itu tidak turun karena setiap akan turun dia menguatkannya lagi”.(1) Dan keadaan inilah yang disebutkan oleh Abu Bakar tentang dirinya kepada Rasulullah , maka jawaban dari Nabi : “Kamu tidak termasuk orang yang melakukannya karena sombong”. Dan ini adalah kebenaran yang jelas karena setiap insan mengakui bahwa siapa saja yang melakukan seperti yang dilakukan oleh Abu Bakar dalam menjaga pakaiannya - yaitu mengangkatnya setiap akan turun - tidaklah termasuk dalam perbuatan yang sombong sedikitpun. Namun bagaimana sampai keadaan Abu Bakar tersebut diqiyaskan dengan orang yang sengaja memakai pakaian yang panjang, dan dia sendiri pergi ke tukang jahit untuk diukurkan yang panjangnya di bawah mata kaki ???
Demikian pula Abu Bakar tidaklah ridho untuk membiarkan sarungnya turun bahkan setiap turun beliau mengangkatnya lagi, sebagaimana perkataan beliau : “Sesungguhnya saya selalu menjaganya”(2). Maka adalah beliau selalu menjaganya secara istimror (terus-menerus) sebagaimana ditunjukkan oleh perkataan beliau yang datang dalam bentuk fi’il mudhori’ yang bermakna al hal (sekarang) dan al istiqbal (Yang akan datang).
3. Sesudah sabda Rasulullah : ”Siapa yang memanjangkan pakaiannya karena sombong maka Allah tidak melihat kepadanya di hari kiamat”, berkata Abu Bakar : “Sesungguhnya salah satu dari kedua tepi sarungku selalu turun”, maka Rasulullah menjawabnya seperti yang telah kami jelaskan di atas. Dari sini dapat dipahami bahwa Rasulullah tidak menyalahkan apa yang dipahami oleh Abu Bakar dan beliau juga tidak berkata bahwa bukan kalian yang saya maksud wahai golongan orang-orang yang tawadhu’, bahkan Rasulullah membenarkan apa yang telah dipahami oleh Abu Bakar bahwa Al Isbal itu dari kesombongan.
4. Sabda Rasulullah kepada Abu Bakar : “Kamu tidak termasuk yang melakukannya karena sombong”, yakni kamu wahai Abu Bakar dengan perbuatanmu itu - yaitu menjaga pakaianmu - menyebabkan kamu tidak termasuk mereka, adapun mereka yang mengerjakannya untuk sombong adalah karena mereka tidak mengangkatnya dan bagaimana mungkin mereka mau mengangkatnya padahal merekalah yang menjadikannya demikian !!!. Dan mereka malu kepada manusia jika mengangkat pakaian mereka lalu nampak mata kaki mereka !
Inilah beberapa point yang disebutkan oleh ulama kita untuk membantah alasan orang-orang yang mau mentolerir perbuatan Isbal mereka dengan dalil hadits dari Abu Bakar tadi. Mudah-mudahan Allah memberikan taufiq-Nya kepada kita semua.
_____________________________
1. Aunul Ma’bud 11 : 95 - 96
2. Aunul Ma’bud 11 : 141
V. HUKUM AL ISBAL BAGI WANITA
Apa yang telah kami sebutkan di atas tentang sifat panjang pakaian seorang muslim dan hukuman bagi yang menambahnya lebih dari mata kaki, itu dikhususkan bagi kaum laki-laki. Adapun larangan tentang Al Isbal, berlagak dalam berjalan dan takabbur maka itu berlaku umum untuk laki-laki dan wanita namun setiap dari keduanya mempunyai batas-batas tersendiri.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : (( مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ لَمْ يَنْظُرِ اللهُ إِلَـيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ )) فَقَالَتْ أُمُّ سَلَمَةَ : فَكَيْفَ تَصْنَعُ النِّسَاءُ بِذُيُوْلِهِنَّ ؟ قَالَ : (( يُرْخِيْنَ شِبْرًا )) قَالَتْ : إِذاً تَنْكَشِفُ أَقْدَامُهُنَّ ، قَالَ : (( فَيُرْخِيْنَ ذِرَاعًا وَلاَ يَزِدْنَ عَلَـيْهِ ))
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallohu ‘anhuma berkata : Bersabda Rasulullah :”Barangsiapa memanjangkan pakaiannya karena sombong maka Allah tidak melihat kepadanya di hari kiamat”. Berkata Ummu Salamah : “Maka apa yang harus dilakukan oleh kaum wanita terhadap ujung pakaian mereka ?”, maka sabda Nabi : “Menurunkannya sejengkal”, maka Ummu Salamah berkata : “Kalau begitu akan nampak kaki-kaki mereka”, berkata Nabi : “Menurunkannya sehasta dan jangan lebih dari itu”.(1)
Maka lihatlah, kepada manusia jenis apa Rasulullah berbicara, adalah beliau berbicara kepada orang-orang yang setiap “Syakhs” (diri) memahami apa yang dia dengarkan dan jika sudah mendengar sesuatu maka dia akan bersegera untuk melaksanakannya. Oleh karena itu ketika Ummu Salamah melihat bahwa perempuan tidak sanggup melaksanakan perintah ini kecuali dengan menyingkap kedua betisnya sedangkan hal tersebut terlarang - karena Ummu Salamah meyakini secara pasti bahwa seorang perempuan tidak berhak memperlihatkan sesuatu dari kakinya - dia belum mampu mengambil jawaban dari dirinya sendiri, maka segeralah dia bertanya kepada Rasulullah : “Apa yang harus dilakukan kaum wanita terhadap ujung pakaian mereka ?”. Maka berkata Rasulullah : “Menurunkannya sejengkal”. Namun apakah jawaban tersebut memuaskannya ? Bagaimana dia bisa puas dengan jawaban tersebut padahal dia tahu bahwa tambahan sejengkal tidak akan menutup telapak kakinya ketika berjalan, makanya dia berkata : “Kalau begitu akan nampak telapak kaki-kaki mereka”. Maka sabda Rasulullah : “Menurunkannya sehasta”. Namun apakah Rasulullah mencukupi sabdanya dengan perkataannya yang terakhir ini, lalu membirkan urusan menjadi terbuka bagi siapa yang mau menambah panjangnya dari kaum wanita ? Ternyata tidak, bahkan Beliau bersabda : “Jangan menambah lebih dari sehasta”. Maka Nabi menjadikan bagi kaum wanita batasan yang tidak boleh mereka lebihkan darinya.
Berkata Al Hafidzh Ibnu Hajar rahimahulloh : “Dan ‘Iyadh sudah memindahkan Al Ijma’ bahwasanya larangan memanjangkan pakaian di bawah mata kaki itu untuk kaum laki-laki tidak bagi kaum wanita, dan untuk kaum laki-laku ada dua hal, yang pertama adalah yang disunnahkan yaitu memendekkan sarungnya sampai ke tengah betisnya. Dan yang kedua adalah yang dibolehkan yaitu memendekkannya hingga ke mata kakinya.
________________________________
1. Diriwayatkan oleh Abu Daud (4117), At Tirmidzy (4:223), An Nasa’i (8:209), Ahmad (2: 5, 55), Abdurrazzaq (11 : 82). Hadits shohih.
Demikian pula bagi wanita ada dua hal, yang pertama adalah yang disunnahkan yaitu menambahkan sejengkal dari mata kakinya. Dan yang kedua adalah menambahkan sehasta dari mata kakinya”. (1)
VI. HUKUM SHOLAT AL MUSBIL
عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَقُوْلُ : (( مَنْ أَسْبَلَ إِزَارَهُ فيِ صَـلاَتِهِ خُيَلاَءَ فَلَيْسَ مِنَ اللهِ فيِ حِلٍّ وَ لاَ حَرَامٍ )) وَ جَاءَ مَوْقُوْفًا عَلَى ابْنِ مَسْعُوْدٍ أَنَّهُ رَأَى أَعْـرَابِيًّا يُصَلِّي قَدْ أَسْبَلَ فَقَالَ : (( الْمُسْبِلُ فيِ الصَّلاَةِ لَيْسَ مِنَ اللهِ فيِ حِلٍّ وَ لاَ حَرَامٍ ))
Dari Ibnu Mas’ud berkata : “Saya mendengar Rasulullah bersabda : “Barang siapa yang menurunkan sarungnya di bawah mata kaki ketika shalat karena sombong maka tidak ada bagi Allah pada kehalalan dan keharaman”.(2) Dan riwayat yang mauquf pada Ibnu Mas’ud bahwasanya dia melihat seorang Badui yang shalat sedang dia Musbil (menurunkan kainnya di bawah mata kaki), maka berkata Ibnu Mas’ud : “Al Musbil dalam shalat tidak ada bagi Allah pada kehalalan dan keharaman”.(3)
Berikut ini kami sebutkan perkataan ulama tentang makna : “Tidak ada bagi Allah pada kehalalan dan keharaman” (لَيْسَ مِنَ اللهِ فيِ حِلٍّ وَ لاَ حَرَامٍ ) :
1. Dikatakan bahwa makna hadits tersebut : Tidak bermanfaat pada kehalalan dan keharaman, maka dia itu jatuh dari pandangan, tidak dialihkan pandangan kepadanya, maka dia dan perbuatan-perbuatannya tidak diperhitungkan. (4)
2. Makna lain yaitu : Tidak menghilangkan dosa-dosa, artinya dia tidak mendapat pengampunan dan penghormatan di sisi Allah dan dia tidak dijaga dari kejelekan amal-amalnya. (5)
3. Berkata Imam An Nawawy rahimahulloh dalam Al Majmu’: “Sabda Rasulullah : ( لَيْسَ مِنَ اللهِ فيِ حِلٍّ وَ لاَ حَرَامٍ ) dikatakan bermakna bahwa dia tidak beriman kepada apa-apa yang dihalalkan dan diharamkan oleh Allah . Makna lain bahwa dia tidak ada di sisi Allah yaitu tidak termasuk dari Dien Allah sedikitpun. Makna lain lagi adalah bahwa dia telah berlepas diri dari Allah dan telah meninggalkan Diennya. (6)
_________________________
1. Fathul Bary (10 : 318).
2. Diriwayatkan oleh Abu Dawud (1: 419), Ath Thobrany dalam Al Kabir (9: 315) dan Asy Syaikh Al Albany menshahihkannya dalam Shahih Al Jami’ Ash Shoghir (6012).
3. Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ath Thoyalisy (1:352), Al Baihaqy dalam As Sunan Al Kubra (2:242), Ath Thobrany dalam Al Kabir (9:315) dan sanadnya shohih sebagaimana dikatakan oleh Al Albany.
4. Al Minhal Al ‘Adzbu (5:24)
5. Al Minhal Al ‘Adzbu Al Maurid (5:24).
6. Al Majmu’ (3 : 183)
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ : (( لاَ يَنْظُرُ اللهُ إِلىَ صَلاَةِ رَجُلٍ يَجُرُّ إِزَارَهُ بَطَراً ))
Dari Abdullah bin ‘Amru radhiyallohu ‘anhuma bahwasanya Rasulullah bersabda : “Allah tidak melihat kepada shalatnya seorang laki-laki yang meleretkan sarungnya karena sombong”. (1)
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : بَيْنَمَا رَجُلٌ يُصَلِّيْ مُسْبِلاً إِزَارَهُ إِذْ قَالَ لَـهُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَـيْهِ وَ سَلَّمَ : (( إذْهَبْ فَتَوَضَّـأْ )) فَذَهَبَ فَتَوَضَّأَ ثُمَّ جَاءَ ، قَالَ : (( إذْهَبْ فَتَوَضَّـأْ )) فَذَهَبَ فَتَوَضَّأَ ثُمَّ جَاءَ ، فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ : يَا رَسُوْلَ اللهِ مَالَكَ أَمَرْتَهُ أَنْ يَتَوَضَّأَ ثُمَّ سَكَتَّ عَنْهُ ؟ فَقَالَ : (( إِنَّهُ كَانَ يُصَلِّيْ وَهُهَ مُسْبِلٌ إِزَارَهُ وَ إِنَّ اللهَ تَعَالىَ لاَ يَقْبَلُ صَلاَةَ رَجُلٍ مُسْبِلٍ إِزَارَهُ ))
Dari Abu Hurairah berkata : Ketika seorang laki-laki shalat sedang pakaiannya di bawah mata kaki, maka berkata Rasulullah kepadanya : “Pergilah lalu berwudhu’”, maka dia pergi dan berwudhu’ kemudian datang lagi, maka sabda Nabi : “Pergilah lalu berwudhu’”, maka berkata seorang laki-laki kepada Rasulullah : Ya Rasulullah, mengapa anda menyuruhnya berwudhu lalu anda mendiamkannya ?, Sabda Nabi : “Dia tadi shalat dalam keadaan Isbal dan Allah tidak menerima shalatnya orang yang Isbal”.(2)
Telah berbeda pendapat para ulama tentang derajat hadits Abu Hurairah ini, berkata Imam An Nawawy rahimahulloh dalam Riyadhush Shalihin : “Shohih menurut syarat Muslim,” demikian pula Al Imam Adz Dzahaby rahimahulloh mencantumkan hadits ini dalam kitabnya Al Kabaair dan menshohihkannya. Berkata Al Haitsamy dalam Majma’ Az Zawaid : “Diriwayatkan oleh Ahmad dan rijal hadits adalah rijal Shahih”. Adapun Asy Syaikh Al Albany rahimahulloh telah melemahkan hadits ini, demikian pula Asy Syaikh Syu’aib Al Arnouth rahimahulloh dalam tahqiq Riyadhush Shalihin. Berkata Al Albany rahimahulloh dalam Misykatul Mashobih (1:238) ketika mengomentari hadits ini : “Isnad hadits ini dha’if karena di dalamnya ada Abu Ja’far”, dan berkata tentangnya Yahya bin Abi Katsier : “Dia adalah seorang Anshar Al Madany Al Muadzdzin”. Dan dia adalah majhul sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Qaththan, dan dalam At Taqrieb disebutkan bahwa dia adalah seorang yang lembek haditsnya. Maka Al Albany rahimahulloh berkata : “Siapa yang menshohihkan hadits ini dia telah ragu”. Dalam Aunul Ma’bud disebutkan bahwa Al Mundziry berkata : “Dalam Isnad hadits ini terdapat Abu Ja’far dan dia adalah seorang laki-laki dari penduduk Madinah dan dia tidak dikenal haditsnya”. Namun hadits ini telah dihasankan sanadnya oleh Abu Ath Thoyyib. Bahkan Asy Syaikh Ahmad Syakir rahimahulloh menganggap haditsnya shohih sebagaimana disebutkan dalam tahqiq beliau terhadap kitab Al Muhalla.
Berkata Al ‘Allamah Ibnu Qayyim rahimahulloh ketika menjelaskan hadits ini : “Pandangan terhadap hadits ini - Wallahu A’lam- bahwa Al Isbal itu ma’shiyat dan setiap orang yang jatuh kepada kemaksiatan maka dia diperintahkan untuk berwudhu’ dan shalat, karena dengan wudhu’ itu dia akan memadamkan api-api kemaksiatan.(3)
__________________________________
1. Shohih Ibnu Khuzaimah (1: 382)
2. Sunan Abi Dawud (638), Imam Ahmad dalam Musnad (4: 67).
3. Lihat Tahdzib ‘Ala Sunan Abi Dawud oleh Ibnul Qoyyim dalam Aunul Ma’bud (11 : 95)
Berkata Ibnul ‘Aroby : “Perintah wudhu’ itu menunjukkan perintah untuk mengulangi shalat, dan maknanya bahwa shalat itu dalam keadaan tawadhu’, sedangkan Al Isbal itu merupakan perbuatan takabbur maka kedua hal ini bertentangan, dan perintah Nabi untuk mengulangi wudhunya merupakan adab baginya dan penguat atasnya karena seorang yang shalat itu mengajak Rabbnya untuk berkomunikasi sedangkan Allah tidak melihat kepada orang yang meleretkan sarungnya dan tidak mengajaknya berbicara dan demikian pula Allah tidak menerima shalatnya orang yang Isbal”.(1)
Dikatakan pula bahwa kemungkinan makna yang tersembunyi dari perintah Rasulullah untuk berwudhu’ padahal dia dalam keadaan suci agar laki-laki ini berfikir tentang sebab perintah tersebut lalu menghentikan kesalahannya itu dan bahwasanya Allah akan membersihkan batin orang tersebut dari kotoran berkat perintah Rasulullah kepadanya untuk membersihkan zhahirnya, karena kebersihan zhahir akan mempengaruhi kebersihan batin. Dan dikatakan pula bahwa perintah Rasulullah kepadanya untuk berwudhu’ sebagai teguran baginya dari apa yang telah diperbuatnya berupa Al Isbal. (2)
Dari hadits-hadits yang telah disebutkan di atas menunjukkan haramnya menurunkan pakaian ketika shalat jika dilakukan karena sombong dan ini merupakan madzhab Syafi’i dan Hanbaly, dan Imam Syafi’i rahimahulloh menganggap makruh jika tidak dengan tujuan kesombongan. (3)
Adapun madzhab Ibnu Hazm rahimahulloh dan orang yang sependapat dengannya mengatakan : “Tidak diberi ganjaran bagi orang yang melaksanakan shalat sedang dia menurunkan pakaiannya karena sombong. Adapun bagi perempuan maka dibolehkan baginya memanjangkan tepi pakaiannya sehasta dari mata kakinya tidak lebih dari itu, dan kapan saja dia menambah lebih darinya padahal dia tahu akan larangan maka batallah shalatnya”. (4)
Berkata Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahulloh tentang hukum shalat musbil : “Apabila sarung ataupun celana panjang melewati mata kaki maka itu perbuatan yang haram. Dan wajib bagi setiap insan mengangkat celana panjangnya atau apa saja yang dikenakannya di atas mata kaki. Dan apabila dia melaksanakan shalat dengan pakaian yang Isbal maka terjadi ikhtilaf di kalangan ahlul ‘Ilmi tentang sahnya. Diantara mereka ada yang mengatakan bahwa shalatnya tetap shah karena orang yang shalat itu sudah melaksanakan kewajibannya yaitu menutup aurat, dan diantara ulama ada juga yang memandang bahwa shalatnya tidak shah karena dia telah menutup auratnya dengan pakaian yang haram, padahal mereka mensyaratkan menutup aurat harus dengan pakaian yang mubah. Maka seorang yang shalat dengan pakaian yang melewati mata kaki berada dalam posisi yang berbahaya sekali, maka hendaknya dia bertaqwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan mengangkat pakaiannya hingga ke atas mata kaki”.(5)
Telah berfatwa Asy Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahulloh tentang hukum shalat orang yang Isbal sebagai berikut : “Shalatnya orang yang Isbal itu sah, namun dia telah berdosa, dan merupakan kewajiban untuk menasehatinya dan memperingatkannya. Maka
______________________
1. ‘Aridhatul Ahwadzy (7:238).
2. Al Minhal Al ‘Adzbu Al Maurid (3 : 23)
3. Al Majmu’ (3 : 177)
4. Al Muhalla (4 : 73)
5. Fatawa Islamiyyah (1 : 301)
setiap orang yang shalat maka hendaknya menjaga pakaiannya dan selalu mengangkatnya jika terjatuh. Dan bagi setiap muslim hendaknya berhati-hati terhadap Al Isbal dan takut kepada Allah dari perbuatan tersebut dan tidak menurunkan pakaiannya di bawah mata kaki sebagai wujud dari pengamalan hadits-hadits shohih dan bukti takutnya kita akan murka Allah dan siksa-Nya. Dan Allah adalah pemberi taufiq”.(1)
Demikianlah pandangan beberapa ulama tentang hukum shalatnya orang yang Isbal, yang wajib bagi kita - setelah mengetahui adanya ikhtilaf tentang sah atau tidaknya - untuk berhati-hati dan memperingatkan saudara kita tentang bahaya Isbal terutama ketika sedang shalat. Dan seorang mukmin dituntut untuk memiliki sifat wara’ dari setiap hal yang syubhat dan dipertentangkan hukumnya oleh para ulama kita, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam sebuah hadits :
عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَقُوْلُ : (( إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَ إِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَ بَيْـنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْـتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ فَمَنْ اِتَّقَى الشُّـبُهَاتِ اِسْتَبْرَأَ لِـدِيْنِهِ وَ عِرْضِهِ وَ مَنْ وَقَعَ فيِ الشُّـبُهَاتِ وَقَعَ فيِ الْحَرَامِ ……. ))
Dari An Nu’man bin Basyir berkata : Saya mendengar Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas dan diantara keduanya ada perkara-perkara yang syubhat yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia, maka barangsiapa yang berhati-hati terhadap perkara yang syubhat maka dia telah menyelamatkan diennya (agamanya) dan kehormatannya, dan barangsiapa yang terjatuh pada perkara yang syubhat maka dia akan terjatuh pada hal yang haram……….”.(2)
VI. KHATIMAH
Sebelum saya menutup tulisan ini saya ingin menyampaikan kepada saudaraku yang muslim : Bukankah para salaf kita merupakan contoh bagi kita, bukankah Rasulullah adalah uswah (teladan) kita sebagaimana yang Allah firmankan dalam Al Quran surah Al Ahzab (33) ayat 21 ?. Maka bagi setiap orang yang mengharapkan rezki yang baik dari Allah di dunia ini dan tempat kembali yang baik di akhirat kelak hendaknya mencontohi Rasulullah baik itu sunnah yang kecil maupun yang besar sekemampuannya. Maka sesungguhnya Rasulullah tidaklah melihat pakaian yang melewati mata kaki sebagai perkara yang sederhana yang boleh ditunda urusannya. Tidak !, bahkan Rasulullah memandangnya sebagai urusan yang sangat penting. Oleh karena itu kita membaca dalam sebuah hadits bagaimana beliau berlari kecil di belakang seorang laki-laki yang dilihatnya mempunyai pakaian yang panjang (melewati mata kaki), demikian pula beliau meletakkan tangannya di ubun-ubun seorang laki-laki musbil sedang dia orang yang tawadhu’ kepada Allah. Dan banyak lagi hal-hal yang menunjukkan bahwa adalah Rasulullah menganggap perkara tersebut termasuk dari dosa-dosa besar. Oleh karenanya para sahabat ridhwanullahi ‘alaihim ajma’in tidak berpakaian kecuali yang di atas mata kaki dan umumnya hingga ke tengah betis sebagai wujud ketaatan mereka kepada Rasulullah dan
_______________________________
1. Majalah Ad Da’wah no. 920.
2. Riwayat Bukhary (25, 2051), Muslim (1599) dan Ibnu Hibban (2 : 51, no. 719).
pelaksanaan dari perintah Beliau . Hal ini tidaklah seperti yang dianggap oleh sebagian masyarakat awam yang mengatakan bahwa pakaian ketika itu kurang dan para sahabat pada umumnya miskin tidak mempunyai harta untuk membeli apa yang akan dipakainya. Padahal sekiranya mereka mau mentadabbur (mempelajari) nash-nash yang telah kami sampaikan, maka mereka akan mengetahui bahwa mereka telah menduga-duga apa yang tidak mereka ketahui dan telah mengatakan apa yang tidak mereka ketahui. Dan adalah para sahabat lebih mengutamakan untuk mengikuti Rasulullah dari pada apa-apa yang diinginkan oleh hawa nafsu mereka yang salah satunya adalah dalam hal larangan Rasulullah terhadap pakaian yang panjangnya melewati mata kaki.
Inilah hadits-hadits dan perkataan-perkataan ulama kita yang dapat kami himpun dalam membahas hukum Al Isbal, dan jika ini benar maka itu datangnya dari Allah semata, dan jika tidak maka itu datangnya dari diri kami yang dha’if ini. Dan mudah-mudahan Allah memberikan manfaat kepada kita semua dari tulisan ini. Wallahu A’lam Bish Showab.
Penyusun,
Abu ‘Abdillah Muhammad Yusran
Bin Muhammad Anshor
DAFTAR MAROJI’
1. Tafsir Al Qur’anil Al ‘Azhim Ibnu Katsir , Daar As Salaam.
2. Tadzkir Asy Syabab bimaa Jaa Fii Isbal Ats Tsiyab, ‘Abdullah bin Jarullah Ali Jarullah, Daar Ibnu Khuzaimah 1413 H.
3. Riyadhush Shalihin, Al Imam An Nawawy, ta’liq Muhammad Ali Mauzah, Muassasah ‘Ulum Al Qur’an cet. I tahun 1410 H.
4. Tabshir Ulil Albaab Bimaa fii Jarry Ats Tsiyab oleh Abu ‘Abdillah Sa’ad Al Muz’il, Daar Ibnu Hazm cet. IV tahun 1413 H.
5. Fathul Bary, Ibnu Hajar Al Asqalany, tahqiq : Asy Syaikh Abdul Aziz bin Baz dan Muhibbuddin Al Khatib, Daarul Kutub Al Ilmiyah - Beirut, cet.I tahun 1410 H.
6. Fataawa Islamiyah Li Ashabil Fadhilatil ‘Ulama : Ibnu Baz, Ibnu Utsaimin dan Al Jibrin, penyusun Muhammad Al Musnid, Daar Al Wathan. cet. I tahun 1412 H.
7. Al Isbal, Shalih bin Muhammad ‘Ilyawy, Daar Thayyibah.
8. Subulus Salam, Al Imam Muhammad bin Isma’il Ash Shon’any, Daarul Kitab Al Araby – Beirut, Cet. II tahun 1416 H.
9. Al Qaul Al Mubin fii Akhthoil Mushollin, Masyhur Hasan Salman. Daar Ibnu Al Qayyim cet. II tahun 1413 H.
10. Jami’ Al ‘Ulum wal Hikam, Al Hafidz Ibnu Rajab Al Hanbaly, tahqiq Syu’aib Al Arnouth dan Ibrahim Bajis, Muassasah Risalah cet. IV tahun1413 H
11. Mukhtashor Asy Syamail Al Muhammadiyah lil Imam At Tirmidzy, Muhammad Nashiruddin Al Albany. Maktabah Al Ma’arif cet. IV tahun 1413 H.
12. Aina Nahnu min Akhlaq As Salaf, ‘Abdul ‘Aziz bin Nashir Al Jalil dan Bahauddin ‘Aqil, Daar Thoyyibah cet. I tahun 1414 H.
13. Majmu’ah Rosaail At Taujihat Al Islamiyah lil Ishlahil Fard wal Mujtama’, Muhammad bin Jamil Zainu, Daar Ash Shomi’iy Ar Riyadh, tahun 1414 H.
14. Kamus Al Munawwir.
15. Mukhtar Ash Shihah.
16. Al Minhaj Syarhu Shohih Muslim bin Al Hajjaj, Daarul Ma’rifah – Beirut, cet II. Tahun 1415 H.
17. Al Ihsan bin Tartib Shohih Ibnu Hibban, Al Amir ‘Alauddin Ali bin Balaban Al Farisi, tahqiq : Kamal Yusuf Al Hut, Daar Al Kutub Al Ilmiyah Beirut – Libanon, cet.II tahun 1417 H.
18. Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abi Dawud ; Al Allamah Abu Thoyyib Muhammad Syamsul Haq Al Azhim Abadi dan Tahdzib Sunan Abi Dawud oleh Imam Ibnul Qoyyim, Daar Al Kutub Al Ilmiyah, cet. I tahun 1410 H.
19. Shohih Ibnu Khuzaimah, Imam Abu Bakar Muhammad bin Ishak bin Khuzaimah, tahqiq : Dr. Muhammad Mushthafa Al Azhamy, Al Maktab Al Islamy – Beirut, cet. II tahun 1412 H.
20. Al Muhalla, Imam Ibnu Hazm, tahqiq : Ahmad Muhammad Syakir, Daar At Turots – Al Qohirah.
2). عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : (( مَا قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فيِ اْلإِزَارِ فَهُوَ فيِ الْقَمِيْصِ ))
12). عَنْ أَبِيْ ذَرٍّ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ : (( ثَلاَثَةٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلاَ يُزَكِّيْهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ )) قَالَ : فَقَرَأَهَا ثَلاَثَ مِرَارٍ ، قَالَ أَبُوْ ذَرٍّ : خَابُوْا وَ خَسِرُوْا مَنْ هُمْ يَا رَسُوْلَ اللهِ ؟ قَالَ : (( الْمُسْبِلُ وَ الْمَنَّانُ وَ الْمُنْفِقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلْفِ الْكَاذِبِ ))
7). عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : (( مَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ مِنَ اْلإِزَارِ فَفِيْ النَّارِ ))
8). عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : (( إِزْرَةُ الْمُؤْمِنِ إِلَى عَضْلَةِ سَاقَيْهِ ثُمَّ إِلىَ نِصْفِ سَاقَيْهِ ثُمَّ إِلىَ كَعْبَيْهِ فَمَا كَانَ أَسْفَلَ مِنْ ذَلِكَ فَفِيْ النَّارِ ))
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : (( مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ لَمْ يَنْظُرِ اللهُ إِلَـيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ )) فَقَالَتْ أُمُّ سَلَمَةَ : فَكَيْفَ تَصْنَعُ النِّسَاءُ بِذُيُوْلِهِنَّ ؟ قَالَ : (( يُرْخِيْنَ شِبْرًا )) قَالَتْ : إِذاً تَنْكَشِفُ أَقْدَامُهُنَّ ، قَالَ : (( فَيُرْخِيْنَ ذِرَاعًا وَلاَ يَزِدْنَ عَلَـيْهِ ))