Halaman

Kamis, 25 November 2010

[Dasar Hukum Bai'at]
-------------
Assalamu'alaikum ustadz
Saya ingin bertanya kepada ustadz, bagaimana hukumnya bai'at itu sendiri, terus apakah ada dasarnya di dalam islam, dan apakah pada zaman sekarang masih ada bai'at? Kalau masih diperbolehkan, kepada siapa? Afwan kalau panjang, tapi mohon diberi pemahaman sejelas-jelasnya. Jazakumullahu khoir

Wassalamu'alaikum
-------------
Jawaban:
-------------
Bismillahirrahmanirrahim Alhamdulillah, washshalatu wassalamu 'ala Rasulillah, Waba'du

Secara bahasa bai'at bermakna janji untuk taat dan juga bermakna kesepakatan dalam jual beli.

Sedangkan makna bai'at secara istilah sebagaimana yang dituliskan oleh Ibn Khaldun dalam Muqaddimah-nya adalah janji untuk mentaati. Sehingga seorang yang berbai'at kepada seorang pemimpin seolah-olah berjanji unuk menyerahkan urusannya kepadanya dan tidak menentangnya dalam segala sesuatu. Termasuk mentaatinya atas beban yang dipikulkan dipundaknya baik dalam keadaan suka maupun duka. Seseorang membai'at pemimpinnya adalah menyalami tangannya sebagai penguat janjinya seperti akad yang dilakukan oleh seorang penjual dan pembeli sehingga bai'at itu identik dengan bersalaman tangan. (Lihat muqaddimah Ibn Khaldun halaman 209)

a. Bai'at dalam Al-Qur'an dan AS-Sunnah

Allah SWT berfirman di dalam Al-Qur'an sebagai berikut:

"Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, maka rangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah maka Allah akan memberinya pahala yang besar. (al-Fath: 10)

Yang dimaksud dalam ayat ini adalah Bai'atur Ridwan yaitu bai'at yang terjadi pada perjanjian Hudaibiyah.

Di dalam nadis nabawi disebutkan bahwa Rasulullah bersabda kepada Majasya' ketika ditanya untuk apa kami dibai'at, beliau s.a.w menjawab untuk Islam dan jihad (HR Bukhari Muslim)

b. Hakikat Bai'at

Bai'at itu adalah sebuah akad yang bersifat saling ridha dan boleh memilih, tidak boleh diiringi penekanan atau pemaksaan. Bai'at adalah kesepakatan antara kedua belah pihak. Pihak pertama adalah Ahlul hilli Wal 'Aqdi (semacam majelis syuro, senat, parlemen dan sejenisnya) dan pihak kedua adalah orang yang dipilih menjadi imam, yaitu orang yang memenuhi syarat-syarat dan dipilih oleh Ahlul Hilli Wal 'Aqdi.

Bila seluruh anggota Ahli Hilli Wal 'Aqdi sepakat untuk memilih seseorang dan meyakini terpenuhinya syarat-syarat pada diri orang itu maka mereka akan membai'at orang tersebut. Bila orang itu menyetujui pembai'atan dirinya dan sudah di bai'at maka wajiblah seluruh umat untuk masuk kedalam bai'at itu dan mentaatinya. Namun bila orang tadi tidak menerima dirinya diangkat menjadi imam maka harus dicarikan orang lain, ia tidak boleh dipaksa.

Para fuqaha sepakat bahwa seorang imam itu baru resmi menduduki jabatanya manakala telah disepakati oleh seorang anggota Ahlul Hilli Wal 'Aqdi baik yang ada di pusat maupun di daerah. Dalilnya adalah perkataan Umar bin Khatab r.a, "Orang yang membai'at seorang imam tanpa bermusyawarah dengan seluruh umat Islam maka bai'atnya tidak syah".

c. Hukum Taklifi

Hukum bai'at itu berbeda sesuai dengan orangnya. Ahlul Hilli Wal 'Aqdi diwajibkan untuk membai'at orang yang mereka pilih menjadi pemimpin, yaitu orang-orang yang sudah memenuhi syarat-syarat secara syariah. Sedangkan khalayak umum pada dasarnya juga wajib untuk membai'at sang pemimpin sebagai kewajiban Ahlul Hilli Wal 'Aqdi. Dasarnya adalah sabda Nabi:

"Siapa yang meninggal dan di lehernya tidak ada bai'at seorang imam maka matinya mati jahiliyah".(HR Muslim)

Namun menurut pandangan mazhab di kalangan al-Malikiyah, cukuplah bagi orang kebanyakan untuk meyakini dalam hati bahwa dirinya berada di bawah kepemimipinan imam yang dibai'at, dan bahwa dirinya terikat untuk mentaatinya. (Lihat Ibn Abidin 1/368, as Syarhul Kabir 4/298, Minhajuth Thalibin 4/173).

Dari sisi imam yang dibai'at, wajiblah dia menerima bai'at itu bila telah diputuskan manakala tidak adanya orang lain yang sebanding dengannya dalam hal persyaratan. Namun bila ada orang-orang lain yang juga memenuhi syarat seperti dirinya maka menerima bai'at baginya hanyalah fardu kifayah.

d. Teknis Bai'at

Cara berbai'at adalah dengan ucapan yang disampaikan oleh masing-masing anggota Ahlul Hilli Wal 'Aqdi kepada seseorang yang dipilih menjadi khalifah dengan contoh lafaz sebagai berikut,

"Kami membai'atmu untuk menegakkan keadilan dan segala kewajiban imamah."

Secara hukum fiqih sebenarnya tidak disyaratkan harus dengan menyalaminya meskipun bai'at di zaman Rasulullah dan kaumnya bai'at dengan menggunakan jabatan tangan, namun bai'atun nisa' tidak dengan tangan (tidak bersalaman).

Wallahu a'lam bishshawab.
-------------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar