Halaman

Sabtu, 29 Januari 2011

APAKAH ADA BATASAN BATASAN WAKTU TERTENTU UNTUK MASA HAID YANG PALING SEDIKIT DAN PALING LAMA ?

APAKAH ADA BATASAN BATASAN WAKTU TERTENTU UNTUK MASA HAID YANG PALING SEDIKIT DAN PALING LAMA
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin ditanya : apakah ada batasan waktu tertentu untuk masa haid tercepat dan masa haid terlama dengan hitungan hari ?
JAWABAN : Tidak ada batasan tertentu dengan jumlah hari untuk masa haid tercepat dan masa haid terlama, berdasarkan firman ALLAH-subhana wa ta’la- :
Artinya : “ Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah : haid itu adalah suatu kotoran. Oleh ebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita diwaktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka , sebelum mereka suci”. (Al-Baqarah : 222).
Dalam ayat ini terdapat larangan untuk berhubungan badan dengan wanita yang sedang haid, disisni ALLAH –subhana wata’la- tidak menyebutkan batasan masa larangan itu menurut hitungan hari, akan tetapi batasan masa larangan itu hanya di sebut sampai keadaan suci, berarti ayat ini menunjukkan bahwa alasan hukum ALLAH-subhana wa ta’la dalam hal itu adalah ada atau tidak adanya darah haid, jika darah haid itu ada maka ketetapan hukum larangan menyetubuhi wanita berlaku, dan jika wanita itu telah bercuci maka ketetapan hukum larangan mennyetubuhi wanita itu tidak berlaku lagi. Kemudian pula, tentang penetapan batasan masa haid tidak ada dalil; yang menunjukkan nya, padalah keterangan batasan masa haid ini amat penting diketahui, seandai nya batasan masa haid ini ada ketetapan waktunya maka pasti hal itu akan diterangkan dalam kitabullah dan sunnah rasuln NYA .berdasarkan ini, maka setiap kali seorang wanita melihat darah yang telah diketahui oleh kaum wanita bahwa darah itu adalah darah haid, maka berarti wanita itu sedang dalam masa haid tanpa perlu menghitung dengan waktu-waktu tertentu, kecuali jika keluarnya darah itu terus menerus dan tidak ada terputus, atau berhenti sebentar satu atau dua hari dalam satu bulan, maka berarti darah yang keluar itu bukan darah haid melainkan darah istihadhah (darah karena penyakit).

CIRI-CIRI DARAH HAIDH
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya: Seorang wanita mengalami terlambat datang bulan pada bulan ramadhan kemudian setelah beberapa hari dari hari biasanya, ia mengeluarkan darah yang terputus-putus tidak seperti biasanya, lalu ia mandi, shalat dan melakukan puasa, apakah shalat dan puasanya itu sah ? dan apa yang harus dilakukan apabila shalat dan puasanya tidak sah ?
JAWABAN : Jika darah yang keluar itu adalah darah haidh yang dapat diketahui berdasarkan warna, bau, kadar kehangatan dan rasa sakitnya maka darah itu adalah darah haidh, walaupun masa berhentinya darah itu amat pendek dengan keluarnya darah haidh sebelumnya, sedangkan jika darah yang keluar itu tidak sesuai dengan cirri-ciri darah haidh maka berarti darah itu adalah darah istihadhah (darah penyakit) yang tidak menghalangi seorang wanita untuk shalat, puasa serta ibadah-ibadah lainnya. Para ulama telah menyebutkan bahwa cirri-ciri darah haidh ada tiga, yaitu:
1. Baunya busuk
2. Warnanya hitam
3. Lunak dan kental.
Kemudian orang-orang pada zaman modern ini menyebutkan ciri keempat yaitu, bahwa darah haidh itu tidak bisa beku sementara darah yang bukan darah haidh dapat membeku.


JIKA TERJADI KEJANGGALAN DATANGNYA MASA HAIDH, LEBIH CEPAT ATAU TERLAMBAT DARI BIASANYA, ATAU LEBIH LAMA ATAU KURANG DARI MASA HAIDH YANG BIASANYA
Syaikh Abdurrahman As-Sa’di ditanya: jika seorang wanita mengalami kejanggalan dalam hal datangnya haidh,yaitu lebih cepat atau terlambat dari masa biasanya, atau lebih lama atau kurang dari masa haidh dari yang biasanya, apa yang harus dilakukannya ?
JAWABAN: Pendapat madzhab Hambali menyebutkan,bahwa hendaknya wanita tersebut tidak langsung menetapkan sebagai hari haidhnya sampai terulangnya masa tersebut. Pendapat ini selayaknya tidak diikuti, dan umumnya orang-orang tetap menganut pendapat yang benar yang diucapkan oleh Imam Ahmad bin Hambal dalam kitab Al-Inshaf, bahwa tidak ada jalan bagi kaum wanita yang tetang masa haidh dan masa datangnya haidh kecuali mengikuti pendapat ini, bahwa bila seorang wanita mengeluarkan darah maka ia harus meninggalkan shalat , puasa serta ibadah lainnya. Lalu jika darah itu telah berhenti maka ia harus segera mandi wajib( bersuci) dan melaksanakan shalat. Ketetapan itu berlakau dalam keadaan bagaimana pun, baik haidh itu datang lebih awal dari waktunya maupun terlambat dari biasanya, sebagai contoh: Jika seoarang wanita mengalami masa haidh selama 5 hari ,pada bulan lain ia mengalami masa haidh selama 7 hari, maka ia harus berhenti shalat selama 7 hari tanpa perlu menunggu kejadian haidh 7 hari itu berulang-ulang. Beginilah yang dilakukan istri-istri para sahabat serta istri-istri tabi’in setelah mereka, bahkan hingga para syaikh kami,tidak mengeluarkan fatwa tentang ini kecuali denagan pendapat ini.sementara pendapat yang mengatakan bahwa seorang wanita tidak boleh menetapkan berpindahannya kebiasaan haidh karena kejanggalan baru kecuali kejanggalann itu telah terjadi sebanyak tigaa kali, pendapat ini adalah pendapat yang tidak berdasarkan dalil, bahkan pendapat ini bertentangan dengan dalil,juga bertentangan dengan pendapat yang benar , bahwa tidak ada batasan tentang umur wanita dalam mengal ami haidh, maka jika wanita yang masih berumur dibawah sembilann tahun atau sudah melewati umur lima puluh tahun, jika ia mengeluarkan darah haidh maka ia harus meninggalkan shalat, karena hukum asalnya memang demikian, sedangkan darah istihadhah jelas bisa dibedakan dari haidh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar